Adalah sebuah kisah dari negeri
Andalas pada masa nan modern dan berteknologi canggih ini. Tersebutlah dalam
alkisah ini seorang wanita yang hebat. Seorang wanita yang menjadi panutan
hidup bagi tiga pemuda belia yang hidup dekat dengannya. Eseeh, bisa juga
ternyata saya nulis kaya beginian, hehehe… Udah ah, saya langsung aja ke topic
pembahasan artikel ini J
Saya ada punya idola, idola
wanita
Bukan Agnes Monica, bukan pula Gisella
Idola saya adalah saya punya ibunda
Yang telah bersusah payah untuk membesarkan saya.
Yup… Saya punya sosok ibunda yang
punya jasa yang tak terbantahkan di kehidupan saya. Beliau bernama Nurlatifah
Lubis, seorang rendah hati yang tidak pernah mau memakai nama ijazahnya yang
bertitel meskipun sebenarnya beliau adalah sarjana muda D-II Matematika.
Kali ini saya akan menceritakan
tentang sosok wanita paruh baya yang masih kelihatan muda, hehehe. Ibu saya
lahir pada tanggal 10 Desember 1968 di Tapanuli Selatan. Beliau bertemu dengan
ayah saya dan kemudian menikah pada tahun 1991. (Loh, kita kok ga dikenalin ama bapak ente sih bro Ricky?). Berhubung
sekarang topiknya ibunda saya, maka masalah ayahanda saya kita kesampingkan
saja dulu ya, hehehe. Ibu saya pernah berkarir sebagai guru Matematika dulunya.
Sampai suatu ketika keluarga kami pindah ke tempat lain karena ayah saya
dipindah tugaskan oleh perusahaan tempat ayah saya bekerja. Disinilah cerita
tentang ibu dimulai.
Sudah tiga tahun lamanya semenjak
kepindahan keluarga kami. Ayah dan ibu yang sudah bosan jadi pegawai pun mengundurkan
diri dari tempat kerja masing-masing. Ayah dan ibu memutuskan untuk menjadi
wiraswastawan.
Ibu memulai karirnya sebagai
pedagang ayam ras broiler. Merintis usaha dagangnya ini bukanlah hal yang mudah
buat ibu. Begitu banyak cobaan yang diderita ibu dalam karirnya. Cobaan yang
tiap hari memaksa ibu menjadi wanita yang lebih kuat. Mulai dari banyaknya
orang yang tidak senang dengan usaha ibu yang baru, beberapa kali kehabisan
modal karena kerugian yang besar, hutang dagang yang menumpuk, ditipu rekan
bisnis dan masih banyak derita lain yang harus ditanggung ibu.
Mungkin teman-teman pembaca
bertanya-tanya dalam hati, apa yang ayah saya lakukan melihat istrinya diterpa
ujian yang bertubi-tubi ini. Sangat disayangkan, ayah saya tidak bisa banyak
membantu karena sebenarnya kondisi ayah sama memprihatinkannya dengan ibu. Usaha
ayah berkali-kali mengalami kerugian.
Ibu… wanita yang tabah ini tetap
berusaha memperjuangkan keluarganya sampai pada akhirnya beliau berhasil
membawa kami kembali menjadi keluarga yang mapan dan berkecukupan. Besarnya cinta
dan keyakinan ibu membuatnya berhasil menggapai hal yang sulit sekalipun. Sebuah
pelajaran moral dapat kita petik dari kisah kehidupan wanita seperti ibu saya
ini, yaitu seberapa beratpun rasanya ujian yang kita terima dari Tuhan, jangan
pernah mengeluh, bekerja keraslah maka kita akan merasakan hasilnya.
Habis gelap terbitlah terang,
kesedihan telah berganti kebahagiaan, waktu demi waktu pun berlalu tanpa ada
satu waktupun yang luput dari siraman cinta ibu. Beliau yang selalu bangun jam
empat subuh untuk mempersiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya tanpa ada
rasa pamrih terlintas di hatinya. Semua ini dilakukan oleh ibu tanpa mengeluh. Ibu
bukanlah orang yang beranggapan bahwa uang saja sudah cukup membuat anaknya
bahagia. Beliau selalu menyempatkan diri di hari-hari liburnya untuk menemani
kami, anak-anaknya pergi berekreasi. Sosok ibu yang selalu berusaha membuat
anak-anaknya tetap tersenyum meskipun jutaan rintangan menanti beliau untuk
itu. Cinta ibu inilah yang membuat kami bangga menjadi anak-anaknya.
Sampai saat ini, ibu tidak berubah
sedikitpun. Meskipun beliau akhirnya harus menjadi janda sebatang kara yang
memperjuangkan nasib anak-anaknya sendirian setelah beliau diceraikan oleh ayah
kami dengan alasan yang tidak saya ketahui. Biarkan sajalah itu tetap menjadi
misteri, mungkin lebih baik saya tidak tahu. Untuk apa saya memusingkan hal
itu, sementara ibu saja sekarang ini terlihat lebih bahagia, lebih tegar dan
lebih cantik, hehehe.
Satu hal yang kami anak-anak ibu
banggakan dari beliau, apa itu?... hal itu adalah hal yang banyak di lewatkan
orang lain, bahkan oleh kami anak-anaknya. Yaitu ibu selalu menjaga hubungannya
dengan Allah SWT. Ibu tidak pernah lupa pada Tuhan-nya meskipun disaat suka
maupun duka. Mungkin inilah yang membuat ibu selalu tegar dan kuat.
Sungguh … beliau adalah ibu yang
mengagumkan.
Pernah sekali, ketika ibu mengaji
di kamarnya. Saat itu saya, adik-adik dan ayah sedang menonton televisi. Saya mendengar
alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an itu mengalir dengan indahnya dari bibir ibu. Saya
sempat berkata takjub, “Mama kalau mengaji bagus kali lah ya…”. Lalu ayah saya
menimpali, ”wajarlah, dulu semasa ibumu masih SMA, beliau pernah menjadi juara
MTQ se-Kabupaten”. Begitu kalau tidak salah yang saya dengar dari ayah, saya
tidak begitu ingat. Tapi yang jelas, saya berani menjamin, bahwa ibu tidak
kalah dengan para santri yang ikutan MTQ itu.
Hal itu membuat saya yakin, bahwa
selama ini Tuhan-lah yang membantu ibu dalam setiap kesulitannya. Saya menjadi
yakin bahwa kedekatan ibu dengan Tuhan-lah yang membuatnya menjadi wanita yang
kuat. Dan jelas, saya sebagai anak beliau merasa bangga dan akan terus mencoba
menjadi orang yang lebih baik dan lebih baik lagi, selalu.
Kayaknya tulisan saya udah
kepanjangan nih… ya sudahlah, kayaknya sampai disini aja ceritanya? (ada cerita apaan emang???). Mudah-mudahan
apa yang saya tulis ini bermanfaat bagi orang lain, lumayan juga kan pahalanya
bulan puasa gini,hehehe.
Jangan pernah merasa Tuhan berlaku tidak adil…
karena dibalik tiap cobaan pasti ada kenikmatan…
Akhir
kata, saya ucapkan terima kasih karena sudah mampir dan Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Tulisan ini saya tulis
untuk diikutsertakan dalam kontes Fastron Blogging Challenge. Sampai jumpa J